Lukman berharap kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pendidik di Banten. Cara mendidik siswa harus menyesuaikan perkembangan zaman.
“Kita lihat sisi positifnya, jadi pembelajaran bagi kita semua. Bahwa mendidik anak zaman sekarang dengan zaman dulu sudah sangat jauh berbeda perlakuannya,” ujarnya.
Ia menegaskan ada batasan yang harus dipatuhi pendidik dalam membina siswa. “Kita sudah memberikan pedoman, mana batasan yang boleh dan mana yang tidak boleh. Ini menjadi ukuran bagi kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidik dalam memberikan pembinaan kepada siswa,” katanya.
Kronologi Penamparan
Kejadian bermula pada Jumat, 10 Oktober 2025, saat kegiatan Jumat Bersih. Siswa bernama Indra Lutfiana Putra (17) ketahuan merokok di warung sekitar sekolah.
Indra mengaku ditegur keras oleh Dini. Saat itu ia langsung membuang rokok dan menyangkal sedang merokok.
“Saya kaget waktu ketemu Kepsek, rokok langsung saya buang, tapi disuruh nyari lagi sama Kepsek. Enggak ketemu (puntung rokoknya), lalu kepsek bilang saya bohong,” kata Indra, Senin (13/10).
Indra mengaku ditampar keras dan ditendang di punggung. Ia juga mendapat kata-kata kasar dari kepala sekolah.
“Terus beliau marah, nendang saya di punggung, terus nampol saya di pipi kanan. Kepsek juga bilang goblok, anjing, terus nyuruh saya nyari lagi rokoknya, padahal udah enggak ada,” ujarnya.
Menurut Indra, kata-kata kasar terus dilontarkan bahkan di ruang guru di hadapan guru lain. “Beliau masih marah-marah, bilang enggak menghargai dan katanya baru pertama kali marah sampai seperti itu,” katanya.
Kepala Sekolah Akui Menampar
Dini Fitria tidak menampik telah menampar Indra. Namun ia menyebut tamparan itu tidak keras karena hanya menahan emosi.
“Saya spontan menegur dengan keras, bahkan sempat memukul pelan karena menahan emosi. Tapi saya tegaskan, tidak ada pemukulan keras,” kata Dini.
Dini mengaku kecewa bukan karena Indra merokok, tetapi karena siswa itu berbohong. “Saya kecewa bukan karena dia merokok, tapi karena tidak jujur,” ujarnya.
